KPK Endus Pola Kasus Rafael Alun dalam Skandal Pemerasan RPTKA yang Seret Eks Stafsus Menaker Era Cak Imin

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus adanya pola praktik serupa antara kasus pemerasan yang melibatkan oknum di Direktorat PPTKA, Ditjen Binapenta dan PKK Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), dengan kasus gratifikasi mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo (RAT).

Dalam kasus pemerasan, oknum Kemnaker membuka jasa agen tenaga kerja asing (TKA) yang mengurus Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Sementara dalam kasus Rafael Alun, sejumlah oknum Ditjen Pajak mendirikan perusahaan konsultan pajak, salah satunya PT Artha Mega Ekadhana (ARME) milik Rafael yang menerima gratifikasi dari sejumlah wajib pajak bermasalah.

“Ada penanganan perkara RAT, kemudian yang lain-lainnya yang membuat agent, gitu ya, agen-agen di sana, itu juga sedang kita dalami. Memang sama seperti yang disampaikan, ada kecurigaan-kecurigaan kita juga,” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, melalui keterangannya di Jakarta, Minggu (20/7/2025).

Asep menjelaskan, pola ini akan terus digali dalam penyidikan kasus pemerasan RPTKA. Salah satu saksi yang diperiksa dan belum berstatus tersangka adalah Muller Silalahi (MS), yang diketahui merupakan mantan Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2008–2010 pada masa Menteri Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (2009–2014). Muller kini diketahui bergabung dengan PT TM, salah satu agen TKA.

Sementara itu, Rafael Alun telah divonis 14 tahun penjara dalam kasus gratifikasi yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Ada yang diperiksa, itu diperiksa, dia mantan pegawai sana, kemudian bikin agen untuk TKA. Ya memang begitu. Kita juga sedang dalami,” ucap Asep.

Sebelumnya, penyidik KPK memeriksa Muller Silalahi terkait dugaan pemberian uang pemerasan kepada para tersangka dalam kasus korupsi pengurusan RPTKA di Kemnaker, Senin (16/6/2025).

“Didalami pengetahuannya terkait pemberian uang kepada tersangka,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (16/6/2025).

Budi menjelaskan bahwa Muller adalah Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2008–2010. Setelah pensiun, ia bergabung dengan PT TM sebagai agen jasa pengurusan RPTKA. Diketahui, sejumlah agen TKA diduga memberikan uang pemerasan kepada oknum Kemnaker dalam pengurusan RPTKA.

“Saksi didalami pengetahuannya terkait pemberian uang kepada tersangka,” tambah Budi.

KPK sebelumnya mengungkap bahwa praktik pemerasan dalam pengurusan RPTKA tidak hanya terjadi pada periode 2019–2024, yang menjadi fokus penyidikan saat ini, tetapi telah berlangsung sejak 2012. Tiga menteri yang menjabat dalam periode tersebut adalah Muhaimin Iskandar atau Cak Imin (2009–2014), Hanif Dhakiri (2014–2019), dan Ida Fauziah (2019–2024), yang seluruhnya merupakan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

“Praktik ini bukan hanya dari 2019. Dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan, memang praktik ini sudah mulai berlangsung sejak 2012,” kata Plt Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).

Budi menambahkan, KPK membuka kemungkinan untuk memanggil para menteri yang menjabat dalam rentang waktu tersebut guna dimintai klarifikasi.

“Kemudian, sama terkait menteri, apakah ada KPK potensi sampai ke menteri atau melakukan klarifikasi kepada menteri, tentunya sama, dugaan ini ada. Ini merupakan gratifikasinya diterima berjenjang, apakah ada petunjuk ke arah yang paling atas di kementerian tersebut sedang kami perdalam dalam proses penyidikan,” jelasnya.

KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini, dengan total dugaan aliran dana hasil pemerasan mencapai Rp53,7 miliar selama periode 2019–2024. (Norman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *