Puji Mentan Amran Sukses Genjot Produksi Beras, DPR Ingatkan Tantangan Distribusi dan Harga

Jakarta – Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS, Johan Rosihan mengapresiasi sikap optimistis Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman terkait target surplus beras sebanyak 5 juta ton, serta swasembada pangan pada tahun ini.

“Saya apresiasi kerja keras Pak Mentan dan jajarannya. Data BPS menunjukkan, produksi beras Januari-Juli 2025, mencapai 21,76 juta ton. Naik 14,49 persen. Bahkan, lembaga internasional FAO memproyeksikan produksi beras kita tembus 35,6 juta ton. Ini pencapaian yang patut diapresiasi,” kata Johan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, dikutip Rabu (20/8/2025).

Johan juga mengapresiasi efektivitas program pemerintah, seperti pompanisasi yang menghasilkan tambahan produksi 1,5 juta ton, subsidi pupuk Rp46,8 triliun, dan peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) menjadi 123,68 pada Januari 2025, melampaui target pemerintah sebesar 122.

Asal tahu saja, jika NTP bertengger di atas angka 100, menunjukkan petani mengalami surplus. Artinya, harga jual produk pertanian naik lebih tinggi ketimbang harga barang dan jasa yang dibeli petani.

“Program-program ini terbukti efektif meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani. Stok Bulog yang mencapai rekor tertinggi 4,2 juta ton juga menunjukkan kesiapan pemerintah menghadapi fluktuasi pasokan,” ungkapnya.

Meski begitu, Johan mengingatkan ada beberapa catatan penting yang perlu mendapat perhatian serius. Pertama, fenomena paradoks surplus beras yang diidentifikasi Institut for Development of Economics and Finance (INDEF).

Ketika produksi beras melonjak tinggi, harga beras malah mengalami kenaikan hingga Rp14.172 per kilogram (kg), Harga ini melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET). Di sisi lain, inflasi pangan justru naik 3,82 persen secara tahunan (year on year/yoy).

“Ini adalah kritik saya, sekaligus mengingatkan surplus produksi belum otomatis menurunkan harga konsumen. Ada masalah di rantai distribusi yang perlu diperbaiki,” ujarnya.

Catatan kedua, kata Johan, terkait klaim ‘tanpa impor’ beras pada tahun ini. Diingatkan, surplus beras diproyeksikan sangat bergantung kepada stok carry-over sebesar 8,1 juta ton pada 2024.

Artinya, surplus beras sebagian besar disumbang dari beras impor yang tersimpan sebanyak 3,6 juta ton.

“Secara teknis, klaim ini valid, karena tidak ada rencana impor baru di 2025. Namun perlu dicatat, stabilitas stok saat ini masih dibantu stok dari impor tahun sebelumnya,” jelas Johan.

Johan juga mengingatkan adanya tantangan struktural yang masih mengancam. Misalnya, Indonesia berpotensi kehilangan 70.000 hektare lahan pertanian tiap tahun, akibat alih fungsi lahan. Selain itu, ketidakpastian iklim akibat El Nino dan La Nina, tetap menjadi risiko.

“Program cetak sawah baru 750.000 hektare memang ambisius, tapi implementasinya butuh waktu sekitar 8 kali tanam. Sementara alih fungsi lahan terus berlanjut. Ini yang harus menjadi perhatian jangka panjang,” ucap dia.

Tantangan lain yakni disparitas harga antara tingkat petani dan konsumen. Meskipun NTP meningkat dan petani sejahtera, konsumen masih merasakan beban harga tinggi.

Johan lantas memberikan beberapa rekomendasi untuk memperkuat pencapaian swasembada. Pertama, perbaikan sistem distribusi dan logistik untuk mengatasi paradoks surplus. Kedua, penguatan perlindungan lahan pertanian melalui regulasi yang lebih ketat.

“Ketiga, perlu ada mekanisme stabilisasi harga yang lebih efektif sehingga manfaat surplus produksi bisa dirasakan konsumen. Keempat, investasi teknologi pertanian untuk menghadapi perubahan iklim,” kata Johan.

Menurutnya, swasembada sejati bukan hanya soal angka produksi, tetapi juga mencakup keterjangkauan dan stabilitas pasokan bagi seluruh rakyat.

“Saya optimis target Pak Mentan bisa tercapai berdasarkan tren data saat ini. Yang penting, kita pastikan pencapaian ini berkelanjutan dan berdampak nyata bagi kesejahteraan rakyat secara menyeluruh,” pungkasnya. (Norman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *