Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Wakil Bupati Kolaka Timur sekaligus Plt Bupati Koltim, Yosep Sahaka (YS), sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) berupa suap terkait pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kasus ini sebelumnya menjerat Bupati nonaktif Abdul Azis (ABZ) bersama sejumlah pihak lain. Yosep kemudian ditunjuk sebagai Plt Bupati Koltim menggantikan Azis.”Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama YS, Wakil Bupati Kolaka Timur,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis, Selasa (16/9/2025).
Selain Yosep, penyidik KPK juga memanggil Kepala BKAD Kolaka Timur, Aspian Suute, serta Ketua Tim Kerja Perencanaan Program, Evaluasi dan Pelaporan Kemenkes, Ruri Purwandi. Materi pemeriksaan para saksi akan diungkap setelah proses pemeriksaan rampung.”Hari ini Selasa (16/9), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan TPK terkait pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur (Koltim),” ucap Budi.
Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (7/8/2025) dan mengamankan 12 orang. Abdul Azis ditangkap usai menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem 2025 di Hotel Claro, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (8/8/2025).
KPK kemudian menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan RSUD Koltim senilai Rp126,3 miliar. Mereka adalah Bupati Koltim periode 2024–2029 Abdul Azis; ALH (Andi Lukman Hakim), PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD; AGD (Ageng Dermanto), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek RSUD Koltim; DK (Deddy Karnady), pihak swasta dari PT Pilar Cerdas Putra (PT PCP); serta AR (Arif Rahman), pihak swasta dari KSO PT PCP.
Para tersangka ditahan selama 20 hari terhitung 8–27 Agustus 2025, dengan kemungkinan perpanjangan masa penahanan.
Dalam konstruksi perkara, sektor kesehatan menjadi salah satu program prioritas nasional, termasuk dalam program Quick Wins Presiden untuk akselerasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Program ini mencakup pemeriksaan kesehatan gratis, penuntasan TBC, hingga pembangunan rumah sakit berkualitas di tingkat kabupaten.
Tahun ini, Kemenkes mengalokasikan Rp4,5 triliun untuk peningkatan kualitas RSUD dari tipe D menjadi tipe C di berbagai daerah, termasuk RSUD Kolaka Timur, yang dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan. Namun, proyek strategis ini diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi sejumlah pihak.
Kasus bermula pada Desember 2024, ketika Kemenkes bertemu dengan lima konsultan perencana untuk membahas basic design RSUD yang didanai DAK. Pekerjaan desain 12 RSUD, termasuk RSUD Koltim, dibagikan melalui penunjukan langsung. Proyek desain RSUD Koltim dikerjakan oleh Nugroho Budiharto.
Pada Januari 2025, Pemkab Koltim bersama Kemenkes mengatur lelang pembangunan RSUD tipe C di Koltim. Ageng Dermanto diduga memberikan sejumlah uang kepada Andi Lukman Hakim. Tak lama kemudian, Abdul Azis bersama pejabat daerah diduga mengatur agar PT Pilar Cerdas Putra memenangkan lelang. Pada Maret 2025, kontrak senilai Rp126,3 miliar ditandatangani antara Pemkab Koltim dan PT PCP.
Modus suap mulai berjalan pada April 2025, ketika Ageng Dermanto menyerahkan Rp30 juta kepada Andi Lukman Hakim di Bogor. Pada Mei–Juni 2025, PT PCP menarik dana Rp2,09 miliar, dengan Rp500 juta diberikan kepada Ageng Dermanto di lokasi proyek. Muncul pula permintaan commitment fee sebesar 8% dari nilai proyek atau sekitar Rp9 miliar. Pada Agustus 2025, Deddy Karnady menarik cek Rp1,6 miliar yang kemudian diserahkan kepada Ageng Dermanto, lalu diteruskan kepada staf Abdul Azis untuk kepentingan pribadi bupati.
KPK menegaskan penindakan ini juga bertujuan mencegah penyalahgunaan proyek pembangunan rumah sakit dan program Quick Wins lainnya. Melalui koordinasi dan supervisi, KPK terus mendorong perbaikan tata kelola sektor kesehatan di pusat maupun daerah. (Lucas)





