Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) terus mempercepat penanganan infrastruktur jalan dan jembatan pascabencana banjir dan tanah longsor yang melanda Provinsi Aceh pada beberapa saat lalu. Kementerian PU mulai melakukan pemasangan jembatan Bailey sebagai solusi darurat untuk memulihkan konektivitas antarwilayah. Langkah ini dilakukan guna memastikan akses logistik, pelayanan publik, serta mobilitas masyarakat tetap berjalan.
Menteri PU Dody Hanggodo menegaskan, pemulihan konektivitas menjadi prioritas utama karena berdampak langsung pada aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. “Atas arahan Bapak Presiden, seluruh sumber daya Kementerian PU bergerak maksimal untuk memastikan akses darat dapat segera pulih. Kami terus bekerja karena ini menyangkut mobilitas warga, distribusi bantuan, dan aktivitas pemulihan di lapangan,” kata Menteri Dody.
Berdasarkan hasil pemetaan Kementerian PU,, bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh menyebabkan putusnya 15 unit jembatan pada sejumlah ruas jalan nasional. Untuk penanganan darurat, kebutuhan jembatan Bailey di Provinsi Aceh ditetapkan sebanyak 18 unit. Dari jumlah tersebut, 8 unit telah tersedia dan terpasang di beberapa lokasi prioritas, sementara 10 unit lainnya masih dalam proses pemenuhan dan mobilisasi dari berbagai wilayah di luar Aceh.
Sebaran kebutuhan 18 unit jembatan Bailey tersebut mencakup ruas-ruas strategis yang menghubungkan wilayah pesisir, dataran tengah, dan kawasan pedalaman Aceh. Di wilayah Bireuen hingga Bener Meriah dan Aceh Tengah, jembatan Bailey dibutuhkan pada sejumlah titik seperti Teupin Mane, Alue Kulus, Weihni Enang-enang, Weihni Rongka, Timang Gajah, Weihni Lampahan, dan Jamur Ujung. Pada lintas Aceh Tengah–Nagan Raya hingga Lhok Seumot–Jeuram, jembatan Bailey diperlukan untuk memulihkan akses di Jembatan Krueng Beutong.
Kebutuhan jembatan Bailey juga tersebar di lintas Pameue–Genting Gerbang–Simpang Uning, meliputi Jembatan Krueng Pelang, Jeurata, dan Titi Merah, serta di ruas Simpang Uning–Uwaq pada Jembatan Lenang. Sementara itu, di wilayah Gayo Lues hingga Aceh Tenggara dan Kutacane, jembatan Bailey dibutuhkan pada Jembatan Lawe Penanggalan, Lawe Mengkudu, serta dua titik badan jalan putus pada ruas Blangkejeren–batas Gayo Lues/Aceh Tenggara.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Kementerian PU memobilisasi jembatan Bailey dari berbagai sumber. Sebanyak 10 unit Jembatan Bailey telah disiapkan, diantaranya 1 Bailey BPJN Riau ke Kutacane, 6 Bailey BBPJN Kalimantan Timur, 2 Bailey dari Depo Citeureup, dan 1 Bailey BPJN Jambi. Dukungan BUMN Karya diantaranya 5 Bailey dari Adhi Karya, 3 Bailey dari Hutama Karya, dan 1 Bailey dari Nindya Karya.
Salah satu progres yang sedang berjalan adalah mobilisasi jembatan Bailey dari Balikpapan menuju Lhokseumawe. Hingga 13 Desember 2025 pukul 09.00 WITA, di Gudang BPJN Kalimantan Timur telah dilakukan pemilihan dan pemilahan 3 set jembatan Bailey. Sebanyak 2 set jembatan telah disusun di atas 8 truk serta 1 set lainnya sedang dimobilisasi menuju Pelabuhan Kariangau menggunakan 4 truk.
Di Pelabuhan Kariangau, rangka jembatan tersebut disusun ke dalam 2 unit kontainer 40 feet dan 10 unit kontainer 20 feet. Proses ini didukung alat-alat berat seperti crane, flatbed truck, excavator, serta hyap crane dan forklift, baik di workshop maupun di pelabuhan.
Selain dukungan jembatan Bailey, Kementerian PU juga mengerahkan alat berat dalam jumlah besar. Di Provinsi Aceh, tercatat 166 unit alat berat siap mendukung penanganan darurat. Dukungan ini juga berasal dari BUMN Karya, antara lain ADHI Karya, Hutama Karya, PT PP, WIKA, Nindya Karya, Waskita Karya, serta BAP.
Seluruh unit teknis Kementerian PU akan terus bekerja dan memantau progres mobilisasi dan pemasangan jembatan Bailey. Termasuk memastikan penanganan darurat infrastruktur di Aceh berjalan efektif hingga kondisi segera pulih dan aktivitas masyarakat kembali normal.
“Kementerian PU terus berusaha agar akses ini kembali fungsional secepat mungkin. Jalan dan jembatan merupakan urat nadi pergerakan masyarakat dan distribusi logistik,” tandas Menteri Dody. (Fredy)


