Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai perlu ada sistem dan standar yang jelas bagi partai politik dalam mengelola keuangannya. Cara disebut penting untuk mencegah adanya aliran uang hasil korupsi.
Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo setelah lembaganya menetapkan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya sebagai tersangka suap. Dia diketahui mematok fee dari proyek pengadaan yang kemudian duit tersebut digunakannya untuk melunasi utang selama mencalonkan diri di Pilkada 2024.
“KPK mendorong pentingnya standarisasi dan sistem pelaporan keuangan partai politik agar mampu mencegah adanya aliran uang yang tidak sah,” kata Budi kepada wartawan dikutip, Senin (15/12/2025).
Budi juga bilang kasus ini merupakan cerminan dampak dari tingginya biaya politik di Indonesia. KPK disebutnya sudah melaksanakan kajian soal ini dan memetakan sejumlah hal, termasuk soal banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi calon kepala daerah seperti untuk pemenangan pemilu, operasional parpol, hingga pendanaan berbagai kegiatan seperti kongres atau musyawarah partai.
“Selain itu, tidak akuntabel dan transparansinya laporan keuangan partai politik membuat ketidakmampuan dalam mencegah adanya aliran uang yang tidak sah kepada partai politik,” tegasnya.
Selain soal rekening, Budi bilang, lemahnya kaderisasi turut memicu terjadinya korupsi. “Permasalahan mendasar lainnya adalah lemahnya integrasi rekrutmen dengan kaderisasi yang memicu adanya mahar politik, tingginya kader yang berpindah-pindah antar-parpol, serta kandidasi hanya berdasarkan kekuatan finansial dan popularitas,” ujarnya.
Ke depan, komisi antirasuah akan melengkapi kajian mereka soal partai politik. “Dan nantinya akan menyampaikan rekomendasi perbaikannya kepada para pemangku kepentingan terkait, sebagai upaya pencegahan korupsi,” ungkap Budi.
Diberitakan sebelumnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Jakarta dan Lampung Tengah pada Senin dan Selasa, 9-10 Desember. Dari kegiatan ini, tim mengamankan sejumlah orang termasuk Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya.
Selanjutnya, Ardito ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang lainnya. Mereka dalah Riki Hendra Saputra selaku anggota DPRD Lampung Tengah; Ranu Hari Prasetyo selaku adik Ardito; Anton Wibowo selaku pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah sekaligus kerabat dekat Ardito; dan Mohamad Lukman Sjamsuri selaku pihak swasta atau Direktur PT Elkaka Mandiri.
Ardito disebut menerima fee sebesar Rp5,75 miliar dari proyek pengadaan di Lampung Tengah. KPK mengatakan duit itu didapat dengan mekanisme pengondisian pengadaan, yakni memenangkan perusahaan milik keluarga maupun tim pemenangannya.
Dari jumlah duit yang diterimanya, Ardito menggunakan untuk dana operasional sebesar Rp500 juta dan melunasi pinjaman bank saat maju sebagai calon kepala daerah. Nilai utang tersebut disebut Rp5,25 miliar.
Akibat perbuatannya Ardito, Anton, Riki, dan Ranu selaku penerima disangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Mohammad Lukman selaku pihak pemberi disangka telah melanggar ketentuan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Norman)


