Usai Periksa Yaqut, KPK Bidik Mantan Stafsus Menag dan Pemilik Biro Haji dalam Kasus Kuota Haji

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sejumlah saksi akan dipanggil terkait dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama.

Di antaranya Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex selaku mantan staf khusus Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dan Fuad Hasan Masyhur yang merupakan pemilik biro penyelenggara ibadah haji Maktour.

Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo terkait langkah yang akan dilakukan penyidik setelah memeriksa Yaqut pada Selasa, 16 Desember kemarin. Adapun Ishfah bersama Fuad Hasan dan Yaqut sudah dicegah ke luar negeri selama enam bulan.

“Jika masih ada kebutuhan untuk mendalami informasi maupun keterangan dari pihak-pihak lain, termasuk pihak-pihak yang sudah dilakukan pencegahan ke luar negeri tersebut, tentu nanti akan dilakukan pemanggilan untuk melengkapi informasi dan keterangan yang sudah diperoleh pada pemeriksaan kemarin,” kata Budi kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Rabu (17/12/2025).

Pemanggilan ini, Budi bilang, dilakukan setelah penyidik menganalisis keterangan yang diperoleh dari Yaqut. Prosesnya akan dilakukan bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena sekaligus menghitung kerugian keuangan negara dalam perkara ini.

“Dari pemeriksaan malam ini akan dilakukan analisis, baik oleh KPK maupun oleh BPK, khususnya dalam kebutuhan penghitungan kerugian keuangan negara,” tegasnya.

Lebih lanjut, Budi mengamini Ishfah dan Fuad mengetahui detail kasus korupsi kuota haji ini. Sehingga, keterangan mereka memang dibutuhkan dan penting.

“Pihak-pihak yang dicekal ini diduga banyak tahu tentang konstruksi perkara ini,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji. Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa.

Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.

Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah ini tapi masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kasus ini berawal dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrean jamaah.

Hanya saja, belakangan pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.

Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. (Norman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *