Jakarta – Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa intensif Ibrahim Arief (IA) di Gedung Bundar, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025), setelah melakukan penjemputan paksa. Pemeriksaan ini berkaitan dengan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun anggaran 2019–2022.
Ibrahim diketahui merupakan konsultan yang dikontrak oleh Jurist Tan, staf khusus dari mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim.
“IA dibawa oleh penyidik dan sekarang dilakukan pemeriksaan,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Selasa (15/7/2025).
Harli membantah bahwa staf khusus lainnya, Fiona Handayani (FH), juga turut dijemput paksa hari ini. “FH nggak,” singkatnya.
Sementara itu, Jurist Tan belum memenuhi panggilan pemeriksaan dari penyidik Jampidsus karena masih berada di luar negeri. Penyidik mempertimbangkan upaya penjemputan paksa atau pemanggilan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
Di sisi lain, sejak pukul 09.00 WIB, mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim sudah terlebih dahulu hadir memenuhi panggilan pemeriksaan kedua dari penyidik Jampidsus hari ini, setelah absen pada panggilan sebelumnya, Selasa (8/7/2025).
Nadiem tampak mengenakan kemeja lengan panjang warna beige dan celana hitam. Ia datang didampingi pengacara Hotman Paris Hutapea serta tujuh anggota tim kuasa hukum. Saat tiba di Gedung Bundar, Nadiem tidak memberikan pernyataan kepada media dan hanya merapatkan tangan sebagai salam.
Setelah registrasi, seorang penyidik menjemput Nadiem untuk menjalani pemeriksaan di lantai atas. Empat kuasa hukumnya turut mendampingi.
Salah satu materi pemeriksaan mendalami dugaan keterkaitan antara investasi Google ke Gojek—yang kini menjadi GoTo—dengan proyek pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. Terlebih, dalam pemeriksaan sebelumnya, penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik dari hasil penggeledahan di kantor GoTo.
“Ya itu yang mau didalami, makanya ada kaitan investasi, apakah itu mempengaruhi, apakah investasi itu betul, ya kan, lalu apakah kalau itu betul apakah itu mempengaruhi terhadap pengadaan Chromebook, ya kan, nah karena kan pengadaan Chromebook ini pemerintah,” ujar Harli.
Pemeriksaan kali ini merupakan lanjutan dari pemeriksaan perdana pada Senin (23/6/2025), di mana Nadiem dicecar 31 pertanyaan selama hampir 12 jam. Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik turut mendalami hubungan Nadiem dengan pihak Google dalam pengadaan Chromebook. Dua staf khusus Nadiem, Fiona Handayani dan Jurist Tan, juga diduga terlibat dalam pemufakatan jahat untuk mengondisikan kajian teknis proyek tersebut.
Diketahui, Nadiem memimpin rapat bersama jajaran Kemendikbudristek dan pihak terkait pada 6 Mei 2020. Rapat tersebut menjadi dasar kebijakan pengadaan Chromebook, meskipun kajian awal pada April 2020 merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows. Namun, pada Juni 2020, rekomendasi tersebut berubah menjadi Chrome OS.
Penyidik juga menelusuri komunikasi antara Nadiem, Fiona, dan Jurist Tan dalam proses penyusunan kajian teknis.
Kejagung telah menerbitkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap Nadiem Makarim sejak 19 Juni hingga 19 Desember 2025. Selain Nadiem, tiga nama lain juga dicegah: Fiona Handayani, Jurist Tan, dan Ibrahim Arief, terhitung sejak 6 Juni 2025.
Kasus dugaan korupsi proyek Chromebook ini telah masuk tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Proyek ini dilaksanakan saat Nadiem masih menjabat sebagai Mendikbudristek.
Berdasarkan konstruksi perkara, Kemendikbudristek pada 2020 menyusun program pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) di jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Namun, uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019 menemukan berbagai kendala, termasuk ketergantungan pada jaringan internet yang belum merata.
Kajian awal dalam Buku Putih merekomendasikan sistem operasi Windows. Namun, pada pertengahan 2020, rekomendasi itu berubah menjadi Chrome OS/Chromebook. Tim teknis diduga diarahkan untuk menyusun kajian yang mengunggulkan Chromebook secara tidak objektif.
Nilai proyek tersebut mencapai Rp9,98 triliun, terdiri dari anggaran bantuan TIK sebesar Rp3,58 triliun (2020–2022) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp6,39 triliun. Hingga kini, penyidik Jampidsus masih berkoordinasi dengan auditor untuk menghitung potensi kerugian negara dari proyek tersebut. (Lucas)











